Rabu, 10 Juni 2009

Kesederhanaan yang Bernilai


Kesederhanaan yang Bernilai

Indonesia Design
/

Senin, 11 Mei 2009 15:46 WIB
KOMPAS.com — Rumah ini dibangun tidak untuk membuat orang terkejut atau ternganga karena sebentuk kemewahan. Sebaliknya, menjadikan kita rindu pada kualitas suasana.
Apakah kemewahan itu? Jika ukurannya kemegahan, material impor atau sesuatu yang glamour lainnya, Anda tidak akan melihatnya pada rumah ini. Di hunian ini, tak bakal Anda temukan marmer Serphegeante, batu onyx atau gelantungan lampu-lampu kristal Baccarat. Suasana tempat tinggal di kawasan elite di Surabaya ini lebih menyerupai rumah kebanyakan, kecuali tanahnya yang luas dan pemandangan hamparan rumput lapangan golf yang ada di samping rumah. Budhi Harmunanto, arsitek rumah ini, mengatakan, rumah ini memang dibangun dengan semangat kebersahajaan. Ketika akan membangun rumah ini ... tahun yang lalu, pemiliknya hanya menyebut dua kata untuk rumah yang diinginkannya: sederhana dan secukupnya. Sederhana maksudnya, bukan rumah dengan kemewahan yang mencolok. Sedangkan maksud secukupnya adalah rumah dengan ruang-ruang yang pas, tidak terlalu besar atau terlalu kecil.
Kata sederhana dan secukupnya inilah yang kemudian harus diterjemahkan oleh arsiteknya. ”Saya harus mencari rumusan yang tepat untuk dua kata itu,” ujarnya. Tidak mudah memang, mengingat sang klien sebenarnya adalah seorang yang sanggup membangun hunian yang besar, megah, dan mewah. Apalagi lahan yang disediakan cukup besar, 1.800 meter persegi. Jadi, bagaimana seharusnya mendesain sebuah bangunan yang sederhana namun berkelas, seperti permintaan klien.
Permintaan kliem itu kemudian diwujudkan arsiteknya dalam bentuk sebuah hunian dua lantai seluas 700 meter persegi. Sementara kata sederhana yang dimaksud pemilik, diterjemahkan dengan tak mengekspose lantai 2 rumah. Maka dari depan, bangunan terlihat hanya memiliki satu lantai. Bagian depan rumah pun hanya berupa drop off dan garasi yang terbuka. Sedangkan bagian atap hanya menggunakan genteng keramik biasa. Pagar rumah pun berupa tanaman saja.
Mengenai material penutup atas bangunan, sebenarnya pemilik menginginkan memakai genteng bekas rumah kampung. Namun karena genteng seperti itu gampang pecah dan sulit mencari gantinya, maka diputuskan memakai genteng baru. Pemiliknya rela menunggu dan berharap dengan berjalannya waktu tampilan genteng rumahnya akan menghitam sehingga kesederhanaannya jauh lebih terasa.
Sementara untuk mendapatkan proporsi ruang yang pas seperti yang dimaksud pemiliknya, arsiteknya mencoba menghitung ukuran dengan mengunjungi rumah lama pemilik. Hasilnya, ruang tidur utama hanya seukuran 5 x 6 m, begitu pula ruang-ruang lain. Persoalan agar ketika di dalamnya tidak terasa sumpek diselesaikan dengan penggunaan tata perabot yang tidak kebesaran atau kekecilan. Di sini, konsultan interior dari Endramukti Design berperan.
Satu-satunya ruang yang berukuran besar hanyalah ruang keluarga, sekitar 14 x 7 m. Itu pun, ketika masih dalam proses desain, pemiliknya sempat mengatakan bahwa ruangan rasanya terlalu besar. Untuk yang ini, arsitek punya jawaban, ”Ruang keluarga adalah ruang berkumpul. Di sana, interaksi antaranggota keluarga terjadi setiap hari. Jadi memang harus dibuat besar dan nyaman.” Karena alasan itu pula, ruang tersebut ditempatkan tepat di tengah rumah, dengan view langsung ke arah lapangan golf. Lalu agar terkesan tinggi dan lega, diletakkan void.
Kemudian sebagai konsekuensi ruang-ruang yang berukuran secukupnya itu, halaman pun menjadi luas. Arsiteknya lalu meletakkan kolam renang di halaman belakang rumah. Menariknya, keberadaan kolam di sini bukan sekadar pajangan, apalagi untuk menunjukkan status atau gengsi pemiliknya. Tapi lebih kepada fungsi. Sebabnya, pemilik rumah memang suka berenang. Kegiatan itu dilakukannya setiap pagi sebelum berangkat bekerja.
Di rumah ini, napas kemewahan memang tidak ditunjukkan oleh pernik atau perabotan berkilau yang wah. Bahkan pemiliknya, lebih suka memajang kerajinan dan benda-benda seni yang berasal dari seluruh Nusantara. Lihat saja kain rajutan dari Nusa Tenggara yang diletakkan di lantai ruang keluarga atau belanga tembaga di atas meja teras belakang. Sementara patung batu karya Wayan Cemul, pematung terkenal, menghiasi kebun belakang. Lalu pada beberapa sudut dinding rumah, terpasang lukisan karya Arie Smith, pelukis Belanda yang sudah lama tinggal di Bali. Maka lantai rumah pun hanya dilapisi teraso yang dicor di tempat, lantai kamar tidur dengan kayu merbau, sedangkan pada dinding digunakan batu dari Karang Asem, Bali.
Semua yang dipilih menunjukkan kesederhanaan pemiliknya. Uniknya, di rumah ini tak terlihat adanya barang-barang elektronik menghiasi ruang keluarga. Televisi berpuluh inci dan perangkat stereo sound yang biasanya menghiasi ruang-ruang keluarga rumah mewah, justru disimpan rapat-rapat dalam almari kayu kuno. Peralatan ini dibuka dan dinyalakan hanya ketika dibutuhkan saja. ”Buat saya, kemewahan adalah ketika saya merasa aman, nyaman di dalam rumah saya sendiri...," beber pemiliknya. (cht)Wawancara dengan Budhi HarmunantoMenyuguhkan Kenyamanan dan Ketentraman
Rumah yang mewah tidak berarti glamour. Itu prinsip Budi Harmunanto, arsitek lulusan Universitas Parahyangan, Bandung. Maka ketika bertemu dengan klien yang satu ini, ia seperti menemukan proyek yang diidamkannya sejak lama.
Bagaimana Anda mengartikan kemewahan pada desain?Kemewahan adalah ketika sebuah desain mencapai taraf kematangan. Maksudnya, konsep arsitek tertuang baik pada rancangannya. Memang agak sulit dijabarkan, tapi kalau cermat, kita bisa membedakan, mana rancangan karya arsitek berkonsep, mana yang tidak.
Klien Anda ini unik ya? Pemilik rumah ini sangat rendah hati, tidak mau menonjolkan diri. Meskipun begitu ia sangat welcome terhadap semua tamunya. Sebab itu tak ada ruang tamu di rumahnya. Tamu akan diterima seperti layaknya keluarga di ruang keluarga. Pada setiap orang yang datang, disuguhkan kenyamanan, keteduhan dan ketenteraman dari rumahnya yang sederhana dan secukupnya.
Anda dikenal sebagai arsitek developer. Namun karya Anda yang satu ini sangat personal?Saya menikmati proyek-proyek selingan seperti ini. Ini seperti mengambil napas sejenak ketika kita diburu tenggat waktu proyek berskala massive. Pada proyek skala perumahan, kita tidak tahu siapa yang kelak menghuni proyek tersebut. Sementara pada proyek pribadi, kita dituntut untuk lebih mendengarkan kemauan calon penghuni. Saya merancang seperti apa keinginan klien, karena mereka yang akan menghuninya setiap hari.
Apa kiat membedakannya ?Saya selalu mencari ke dalam diri saya, mempertanyakan titik pencapaian desain saya. Maka paradoksnya, semakin masuk ke dalam, kita semakin universal. Seperti bola bekel, semakin keras melemparkannya ke lantai, semakin tinggi pantulannya. Semikin kita unik, semain orang melihat kita berbeda. Maka tidak ada alasan untuk takut berbeda. Asal matang dalam melakoninya, pasar akan menerima. //
PROJECT DATA :Location : Citra Raya SurabayaArchitecture Consultant : Budhi Harmunanto Architect (BHA)Principal Architect : Budhi HarmunantoInterior Consultant : Endramukti DesignMain Contractor : Bun Yan Landscape : Made WijayaBuilding Area : 700 m²Site Area : 1.800 m²
Name & Address of Architecture Consultant Firm:Budhi Harmunanto Architect (BHA)Wiyung Pratama C-14, SurabayaT / F : 031-752 4800

Tidak ada komentar:

Posting Komentar