Jumat, 12 Juni 2009

Kisah Tragis Perempuan Budak

Kisah Tragis Perempuan Budak

Repro
Ini merupakan lukisan Johannes Rach yang memperlihatkan para nyonya di Batavia dan budak-budak mereka yang bertugas membawa payungKamis, 11 Juni 2009 11:46 WIB
SJAHADAN di antara boedak-boedaknja toean Van der Ploegh, ada djoega satoe orang prampoean moeda, Rossinna namanja, jang teramat tjantik dan manis parasnja, dan dalem antero Betawi, tiada ada lagi seorang prampoean jang boleh disamaken padanja. Meskipoen Rossinna asal toeroenannja orang Bali, koelinja tiada item malahan poetih koening sebagai koelit langsep. Oemoernja moeda sekali belon anem belas taoen...Ramboetnja jang item moeloes dan pandjang sampe di mata kaki, selamanja dikondei sadja dibetoelan leher...

Demikianlah cuplikan kisah yang dituturkan HFR Kommer dalam buku Rossinna, Swatu Tjerita jang Amat Bagoes dan Betoel Soedah Kedjadian di Betawi yang terbit pada 1910.

Kisah Rossinna yang diambil dari buku Toko Merah: Saksi Kejayaan Batavia Lama di Tepian Muara Ciliwung atau dalam buku Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta disebut Roseta adalah kisah pilu budak belian. Hidup Rossinna atau Roseta berakhir di tiang gantung di depan stadhuis (balai kota) Batavia - kini Museum Sejarah Jakarta (MSJ). Sebuah kisah yang mengingatkan kita pada kasus-kasus TKI yang dianiaya di Malaysia.

Dalam cerita yang utuh yang disertakan dalam buku Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta, Nyonya Ploegh selalu cemburu pada Roseta hingga pada suatu hari Roseta dituduh lengah menjaga sinyo Ploegh, Nyonya Ploegh pun terbakar pikirannya sehingga tanpa hati ia mencelupkan jemari Roseta ke dalam minyak lantas membakar jemari lentik itu. Dendam membara di hati orang-orang yang peduli pada Roseta akhirnya mengakhiri hidup Nyonya Ploegh yang suka menyiksa, sekaligus anak- anaknya, di ujung kelewang.

Sayangnya, Roseta yang kemudian lari dengan pria bernama Jaya di kemudian hari baru menyadari bahwa dirinya ditipu karena ternyata suaminya tak lain adalah kepala perampok yang suka membunuh. Roseta tak mampu melawan dan melarikan diri karena ia selalu dijaga. Mereka bersembunyi di rumah gedek di Ancol namun akhirnya lokasi itu tercium juga oleh pihak berwajib.

Jaya dihukum mati, demikian pula Roseta. Waktu ditagkap Roseta sedang hamil dan perempuan bekas budak belian ini menerima hukuman tiga bulan setelah melahirkan. Di hadapan khalayak ramai, Roseta dihukum gantung.

Thomas B Ataladjar menyebutkan, sejak akhir abad 17 budak sudah dijadikan barang inventaris pemiliknya. Tugas mereka bermacam-macam, ada yang memasak, mencuci pakaian, menjahit, menenun, membawa payung, tempat sirih dan tempolong ludah, atau main musik. Oleh tuannya, para budak dapat dijual kepada orang lain dan bila tak lagi diperlukan mereka dijual ke pelelangan umum.

Kisah lelang budak terjadi di gedung Toko Merah saat bangunan ini dimiliki janda Gubernur Jenderal Reiner de Klerk, Sophia Francina Westpalm. Kala perempuan ini meninggal maka seluruh warisan termasuk 181 budak dilelang. Itu terjadi pada 28 Januari 1786. Kisah pelelangan tertulis demikian, ''...Di depan rumah yang besar di tepi Kali Besar. Sakit rasanya menyaksikan para budak dilelang...Mereka berdiri di atas tangga, ngantri menunggu panggilan dan nasib. Petugas lelang memanggil satu per satu lengkap dengan nama dan tugas masing-masing. Josephine, pemain klarinet; Ariantje van Batavia, pembuat renda...Begitulah nasib para budak, inventaris janda kaya Sophia Francina Westpalm dilelang...Mereka pergi meninggalkan bangunan tempatnya mengabdi, pergi terpencar mengikuti majikan baru. Mereka tetap budak belian."

Sebuah kisah pilu budak yang hingga kini pun masih terjadi.


WARTA KOTA Pradaningrum Mijarto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar